Advokasi Bersama Rancangan UU Pengadaan Barang dan Jasa (RUU PBJ)

Korupsi masih menjadi tantangan paling berat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari data penegakan hukum yang menempatkan pengadaan barang dan jasa sebagai sektor yang paling marak terjadi korupsi. Situasi ini sangat kontradiktif dengan program prioritas pemerintah dalam mendorong pembangunan infrastruktur, tetapi mengabaikan aspek pencegahan korupsinya. Perubahan regulasi dan pembaharuan sistem pengadaan barang dan jasa yang selama ini dilakukan nyatanya tak cukup ampuh mengurangi praktik korupsi. Artinya strategi pemberantasan korupsi yang dijalankan oleh pemerintah selama ini bisa dinilai tidak tepat dan minim dampak.

Pemerintah, melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik. RUU pengadaan barang/jasa publik diharapkan untuk mendukung pengambilan kebijakan berbasis data (transformasi digital), menciptakan satu pasar nasional (K/L/PD, BUMN/BUMD, dan Badan Hukum Publik) yang efisien dan efektif. Transparency International Indonesia menilai penting bagi masyarakat sipil untuk mengawal proses tersebut.

Kegiatan FGD ini merupakan rangkaian advokasi masyarakat sipil di sektor pengadaan barang dan jasa. Dalam sambutannya, Wawan Suyatmiko (Deputy Sekjen TI Indonesia) menyampaikan bahwa; “inisiatif RUU PBJ yang telah berlangsung sejak lebih dari satu dekade sangat penting baik dari segi proses maupun kontekstualisasi dengan kondisi saat ini. Dari aspek penegakan hukum, problem korupsi sektor PBJ masih sangat dominan. Penurunan CPI menjadi pintu masuk untuk mendorong pemerintah serius melakukan pencegahan korupsi, khususnya di sektor PBJ. Berbagai inisiatif yang dilakukan CSO pada dasarnya semakin mendorong keterbukaan PBJ. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi isu strategis dalam proses penyusunan regulasi PBJ”.

Dalam FGD ini hadir dari LKPP Rusli Maryadi (Analis Kebijakan Madya Direktorat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum LKPP), dalam awal paparannya menyampaikan bahwa masukan masyarakat sipil sangat penting dalam proses penyusunan RUU pengadaan barang dan jasa publik. Problem korupsi yang selama ini terjadi tentu tak bisa diabaikan, tetapi perlu juga melihat dari sisi pelaku pengadaan (birokrasi) yang selama ini diliputi kekhawatiran karena merasa terancam secara pidana (korupsi). Oleh karenanya salah satu isu yang diatur adalah bagaimana proses pengaduan mendahulukan proses di internal birokrasi (pengawas internal). Hal ini tentu tanpa mengabaikan keberadaan penegak hukum yang memang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti setiap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Selain itu dalam RUU ini dari sisi ruang lingkup juga akan diperluas, salah satunya akan mengatur juga soal pengadaan di BUMN.

Dalam FGD ini juga hadir sebagai pembicara, Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D. (Akademisi Universitas Gadjah Mada) yang memaparkan bagaimana peluang dan tantangan RUU PBJP (Pengadaan Barang dan Jasa Publik) dalam pencegahan patologi birokrasi di sektor PBJ. Hadir sebagai peserta dalam FGD yakni Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Procurement Watch (IPW) Seknas Fitra, PATTIRO Jakarta, MediaLINK, Indonesia Budget Center (IBC), Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Seknas Fitra, PATTIRO, MediaLINK, Kopel Jabodetabek, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI), Indonesia Procurement Watch (IPW), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Selain itu hadir juga secara daring CSO dari luar daerah diantaranya Gerak ACEH, Migrant Care Jember, Bengkel APPEK – Kupang, Kopel Jabodetabek, ACC Sulawesi, Perkumpulan HAPSARI Sumatera Utara, Yayasan Pikul NTT, LBH Surabaya, dan Komite Anak Muda Pemantau PBJ.

Didalam diskusi juga dimunculkan beberapa pertanyaan penting yang relevan dengan proses penyusunan RUU PBJP yakni;

  • Risiko korupsi pengadaan barang dan jasa publik pada sistem digitalisasi pengadaan dan barang dan jasa publik?
  • Bagaimana kelembagaan unit kerja pengadaan barang dan jasa? Bagaimana integritas UKPBJ?
  • Bagaimana konsolidasi pengadaan barang dan jasa, baik di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta BUMN dan BUMD?
  • Proyeksi upaya pencegahan konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa publik?

Pada akhir sesi FGD, sebagai tindak lanjut kemudian didiskusikan tentang strategi advokasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam mengawal rancangan pengadaan barang dan jasa publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *