Buruknya tata kelola pertambangan di Indonesia telah mengakibatkan praktik korupsi yang mengakar. Praktik korupsi di sektor pertambangan telah menimbulkan dampak lanjutan berupa kerusakan sumber daya alam, marginalisasi kelompok-kelompok masyarakat rentan dan berkurangnya pendapatan negara. Bahkan, dalam konteks korupsi politik di Indonesia, praktik korupsi di sektor pertambangan ini telah memperdalam dampak korupsi terhadap kualitas tata pemerintahan yang lebih luas.
Pada tahun 2017, Transparency International (TI) Indonesia melakukan penelitian yang mendalam untuk memetakan risiko korupsi di sektor pertambangan, khususnya pada aspek pemberian izin usaha pertambangan di Indonesia. Secara umum, temuan dari laporan tersebut menegaskan masih carut marutnya proses perizinan pada usaha pertambangan.
Sekretaris Jenderal TI Indonesia Danang Widoyoko dalam FGD Corruption Risk Assessment (CRA) Perizinan Tambang di Tingkat Lokal dan Nasional, Kamis, 26/01/2023 di Jakarta mengatakan, regulasi yang dibuat tanpa ruang-ruang diskusi dan mengorbankan ruang demokrasi dalam prosesnya semakin memperburuk tata kelola pertambangan di Indonesia dan mengakibatkan praktik korupsi yang mengakar. “Misalnya terkait lama prosedur, standar, lalu juga dengan green energy dan hal yang merusak lingkungan, perubahan regulasi diduga tidak sama dengan perubahan di lapangan,” tambahnya.
Hadir dalam kesempatan yang sama sebagai narasumber, Akademisi Hukum Pertambangan Dr. Ahmad Redi., S.H., M.H, perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Buana Sjahboeddin, Perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Tahir dan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Melky Nahar