Jakarta, 25 Oktober 2023
Indonesia Integrity Forum (IIF) 2023 yang diprakarsai oleh Transparency International (TI) Indonesia pada Rabu (25/10) di Jakarta telah membuka ruang dialog yang strategis untuk mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu kunci serta peluang meningkatkan kerja-kerja antikorupsi di Indonesia. Penurunan tajam skor Corruption Perception Index (CPI) tahun 2022 menjadi penanda bahwa situasi politik, hukum dan ekonomi berkontribusi terhadap memburuknya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam Pidato Pembuka yang disampaikan Todung Mulya Lubis selaku Pendiri TI Indonesia, beliau menyampaikan bahwa ada kebutuhan untuk membangun kembali komitmen integritas di semua sektor. Pembentukan lembaga-lembaga penunjang demokrasi pasca reformasi adalah bagian dari peta jalan untuk membangun sistem integritas. “Salah satu prasyarat membangun integritas adalah keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang independen. Oleh karenanya, akan sulit bagi Indonesia untuk menaikkan skor CPI tanpa memperkuat kelembagaan KPK, termasuk memastikan integritas pimpinan KPK yang dipilih”, ujarnya.
Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) juga senada menegaskan dalam Pidato Kuncinya bahwa masih terdapat tantangan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Secara khusus Menkopolhukam menyinggung urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai bagian dari sistem penegakan hukum yang relevan dengan semangat UNCAC terkait pemulihan aset hasil kejahatan, khususnya korupsi. “Pemerintah telah menyerahkan RUU Perampasan Aset tersebut kepada DPR dan tentu akan menjadi legacy yang baik dalam pemberantasan korupsi jika segera dibahas dan disahkan menjadi UU”, ungkapnya.
IIF 2023 memberikan atensi khusus terhadap momentum penyelenggaraan Pemilu 2024. Permasalahan korupsi politik menjadi hambatan paling besar dalam melakukan reformasi di sektor strategis lainnya. Tim Pemenangan dari 3 (tiga) bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden yang hadir dalam forum dialog ini pada prinsipnya sepakat bahwa hulu dari persoalan korupsi bersumber dari korupsi dalam sistem politik, dimana aspek yang paling krusial adalah aspek pendanaan politik. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen yang kuat dari para bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden untuk memperkuat akuntabilitas pendanaan politik dimulai sejak proses kampanye Pemilu 2024.
Hal yang juga menjadi perhatian dari masyarakat sipil bahwa proses politik di Indonesia sangat mahal yang dimulai sejak pembentukan partai politik hingga proses pemilu. “Ada masalah integritas dalam pendanaan politik, instrumen hukum dan kelembagaan pendanaan politik tidak didesain untuk mengatasi problem hulu korupsi politik. Bahkan belakangan publik harus dihadapkan pada situasi melemahnya regulasi yang menyokong akuntabilitas pendanaan kampanye yang dimotori oleh penyelenggara pemilu”, ujar Titi Anggraini selaku Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang mewakili masyarakat sipil.
Dialog IIF 2023 juga telah mendiskusikan sejumlah isu penting seputar implementasi Konvensi Anti Korupsi (UNCAC) di Indonesia. Secara hukum walaupun telah diratifikasi sejak tahun 2006, namun pelaksanaannya menghadapi tantangan yang cukup berat. Strategi nasional pencegahan korupsi sebagai bagian dari implementasi UNCAC tidak cukup memadai untuk mengatasi korupsi di Indonesia.
Persoalan konflik kepentingan yang terjadi di semua sektor publik menyebabkan strategi pemberantasan korupsi tidak efektif. Hal ini dapat dinilai dari minimnya capaian terkait integritas partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset yang terhambat, hingga masih maraknya korupsi di sektor layanan publik. Pada aspek yang lain, instrumen pencegahan korupsi seperti pelaporan harta kekayaan pejabat publik (LHKPN), keterbukaan informasi, hingga mekanisme pengaduan yang efektif (WBS) dapat memacu keterlibatan publik dalam mencegah praktik korupsi. Di sektor infrastruktur, muncul tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di tengah situasi minimnya integritas di sektor bisnis. Selama hampir 10 tahun pelaksanaan proyek strategis nasional, terdapat indikasi tingginya risiko korupsi dalam pembangunan proyek tersebut, bahkan beberapa diantaranya sedang diusut oleh penegak hukum. Dampak lain yang perlu diwaspadai dari masifnya pembangunan infrastruktur adalah minimnya perlindungan terhadap dampak sosial, pelanggaran HAM, beban ekonomi hingga dampak ekologis jangka panjang.
Memaknai situasi tersebut, IIF 2023 telah berhasil secara terbuka dan partisipatif membahas keseluruhan isu seputar politik, hukum dan ekonomi yang berkontribusi dalam penurunan skor CPI 2022. Dalam Pidato Penutup, Danang Widoyoko selaku Sekretaris Jenderal TI Indonesia menyampaikan pentingnya ruang dialog dan agenda bersama (collective action) untuk memberikan rekomendasi terkait penguatan integritas. Danang juga menegaskan, IIF 2023 telah menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis untuk perbaikan di sektor politik, hukum dan ekonomi. “Bahwa semua sepakat korupsi politik telah menimbulkan krisis di banyak sektor, aspek pendanaan politik harus menjadi perhatian dari negara agar lebih transparan dan akuntabel. Di sisi yang lain sektor bisnis juga harus mulai membangun sistem integritas di internalnya, terutama BUMN yang banyak mengerjakan proyek-proyek strategis”, ujar Danang.
Di sektor hukum, regulasi dan kelembagaan penegak hukum juga harus diperbaiki. Kebutuhan terhadap RUU Perampasan Aset sebagai upaya pemulihan aset sekaligus sarana untuk mendeteksi aliran dana kotor juga terus diupayakan untuk segera disahkan. Rekomendasi UNCAC terkait pencegahan korupsi perlu ada perbaikan seperti pengendalian konflik kepentingan, deklarasi aset, whistleblowing system (WBS) hingga keterbukaan informasi. Dari aspek kelembagaan, penegakan hukum harus independen. Reformasi kelembagaan penegak hukum yang dimulai dari penguatan kembali KPK, reformasi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan adalah penyempurnaan struktur penegakan hukum yang tak terelakkan.
Terakhir, TI Indonesia mengucapkan apresiasi setingginya-tingginya atas dukungan besar dari Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) dan European Union, serta dukungan dari para media partners yaitu Tempo.co, Katadata, KBR, Mongabay Indonesia dan Bijak Memilih.
CP: Izza Akbarani (iakbarani@transparansi.id)