Banyaknya aparatur peradilan yang terjerat kasus hukum, membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan merosot.
Kemerosotan ini menjadi pembahasan dalam Seminar Nasional “Penguatan Partisipasi Publik dalam Meningkatkan Integritas Peradilan. Seminar ini terselenggara atas kerja sama Transparency International Indonesia (TII), Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), dan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia yang diselenggarakan di Auditorium Al Jibra Universitas Muslim Indonesia (12/6).
Dalam seminar ini, Danang Widoyoko selaku Sekretaris Jenderal TII, memaparkan bahwa gratifikasi merupakan praktik korupsi yang paling mendominasi. Gratifikasi yang dimaksud dapat berupa permintaan uang, hadiah barang, atau diskon.
Praktik permintaan sejumlah uang oleh petugas pengadilan perlu dibersihkan. Mayoritas responden menilai biaya di luar biaya resmi menyalahi aturan dan tidak wajar, dan pemberian sejumlah uang tersebut dianggap sebagai perilaku korup.
Dekan Fakultas Hukum UMI Prof. La Ode Husein menegaskan bahwa prinsip dasar harus mampu dipegang hakim diantaranya independensi, ketidakberpihakan, integritas, kejujuran, dan kompetensi.
Sementara Azwar Mahis, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Sulawesi Selatan, menjabarkan bahwa KY adalah lembaga yang cukup kuat untuk mengawasi perilaku etik hakim. Menurutnya, cukup banyak efek yang diberikan oleh KY, seperti pemberian sanksi bagi hakim yang tidak profesional dan melanggar etik. Namun demikian, dibalik efek positif tersebut, KY masih lemah secara kewenangan dan daya yang terbatas.
Bagi Azwar, dengan SDM yang minim, KY berusaha agar kewenangan tetap dimaksimalkan, misalnya dengan memprioritaskan pemantauan sidang hanya untuk beberapa kasus yang cukup menyita perhatian publik.
Integritas peradilan juga diukur berdasarkan aksesibilitas peradilan terhadap perempuan. Ketua Yayasan Pemerhati Perempuan Sulawesi Selatan Aflina Mustafaina menilai peradilan Indonesia cukup bias gender. Hal ini tercipta akibat diskriminasi sistemik yang terus terjadi pada perempuan yang mengakses peradilan. Menurutnya, tidak ada evaluasi berarti dari pemerintah untuk mengurangi hal ini, paling tidak mengubah cara pandang hakim agar mempunyai pemahaman gender yang proporsional..
Selain mengundang sejumlah panelis diatas, seminar ini awalnya juga mengundang Ketua Pengadilan Negeri Makassar untuk memaparkan strategi penguatan integritas peradilan. Pemaparan ini sangat berguna bagi publik untuk mengetahui niat perbaikan institusi peradilan yang nilai buruk. Terlebih lagi, banyaknya aparatur peradilan yang terjerat kasus korupsi sehingga membuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan terus merosot.
Namun, dalam diskusi ini, Ketua Peradilan Negeri Makassar tidak menghadiri undangan seminar ini, tanpa alasan yang jelas.
Narahubung
Anggareksa PS
085399952227
Makassar 12 Juni 2023
Download hasil lengkap survei TI Indoensia di sini