Koalisi Masyarakat Sipil Melaporkan Pimpinan DPR ke Ombudsman terkait Pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto

  • Pada hari ini, Jumat 21 Oktober 2022, Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan yang terdiri dari Transparency International Indonesia, Perludem, ICW, PATTIRO Semarang, SETARA Institute dan KoDe Inisiatif melaporkan Pimpinan DPR (Puan Maharani, Lodewijk Paulus, Sufmi Dasco, Rachmad Gobel, dan Muhaimin Iskandar) ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto.
  • Laporan dugaan maladministrasi tersebut merujuk pada tindakan serampangan lembaga legislatif yang berusaha untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi.
  • Adapun tindakan dugaan maladministrasi yang dimaksud bermula dari kekeliruan DPR dalam menafsirkan surat pimpinan Mahkamah Konstitusi Nomor 3010/KP.10/07/2022 tertanggal 21 Juli 2022 perihal “Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020.” Sebagaimana diketahui, surat itu hanya sekadar pemberitahuan dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan Hakim Konstitusi yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi. Namun, Pimpinan DPR malah membenarkan keputusan Komisi III DPR RI yang pada intinya tidak memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi Aswanto dan mengangkat Guntur Hamzah sebagai penggantinya dalam forum rapat paripurna tanggal 29 September 2022.
  • Keputusan DPR melalui forum paripurna jelas melanggar hukum. Betapa tidak, Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah secara terang benderang menjabarkan alasan-alasan pemberhentian hakim konstitusi, baik secara hormat maupun tidak dengan hormat. Jika dilihat lebih lanjut Hakim Konstitusi Aswanto tidak memenuhi satu pun unsur tersebut. Tidak cukup itu, Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga dilanggar, karena proses pemberhentian Hakim Konstitusi dilakukan atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan Pimpinan DPR.
  • Dalam rumpun peraturan perundang-undangan yang lain, tindakan Pimpinan DPR melalui forum rapat paripurna juga bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan e UndangUndang Administrasi Pemerintahan. Adapun, aturan itu mewajibkan pejabat publik untuk taat pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam hal ini asas kepastian hukum dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
  • Ditambah lagi dengan pernyataan absurd dari Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan bahwa alasan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto karena dianggap kerap menganulir produk legislasi DPR.
  • Maka dari itu, keputusan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh Pimpinan DPR melalui forum paripurna tidak berdasar hukum dan melanggar ketentuan peraturanperundang-undangan kami anggap sebagai perbuatan maladministrasi.
  • Oleh karena itu, berdasarkan argumentasi di atas, kami mendesak dua hal. Pertama, Ombudsman harus segera memanggil Pimpinan DPR untuk menjelaskan lebih lanjut permasalahan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto. Kedua, jika ditemukan maladministrasi, maka Ombudsman harus merekomendasikan kepada Pimpinan DPR untuk segera membatalkan keputusan forum paripurna yang telah memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *