Jakarta, 14 Desember 2022
Institusi pengadilan tengah menghadapi tantangan serius di tengah semakin dekatnya jatuh tempo dua dekade Cetak Biru Pembaruan Peradilan Indonesia. Sejumlah insan pengadilan juga masih ada yang tersandung kasus korupsi, hal ini menyiratkan fakta bahwa agenda pembaruan peradilan masih jauh dari harapan. Merespon situasi ini, Transparency International Indonesia (TI Indonesia) berinisiatif melakukan survei nasional untuk mengukur kinerja pengadilan dan bagaimana risiko korupsi ada di dalamnya untuk kemudian memberikan rekomendasi bagi tata kelola pembaruan peradilan.
Survei yang dilakukan TI Indonesia bersama Litbang Kompas pada bulan September hingga Oktober 2022 terhadap 1.200 responden ini terbukti memberikan sejumlah temuan penting. Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Danang Widoyoko, dalam Seminar Nasional “Menyongsong Dua Dekade Cetak Biru Pembaruan Peradilan Indonesia: Peluncuran Survei Potret Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Pengadilan” memaparkan setidaknya ada 10 temuan penting yang harus menjadi perhatian bersama, terutama Mahkamah Agung sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia, antara lain:
- Permintaan sejumlah uang oleh petugas pengadilan paling banyak dipersepsikan sebagai korupsi. Mayoritas responden menilai biaya di luar biaya resmi menyalahi aturan dan tidak wajar;
- Seperempat jumlah responden pernah mengetahui bahkan menjadi korban praktik korupsi. Gratifikasi mendominasi, umumnya berupa permintaan uang, hadiah barang, atau diskon;
- Pihak ketiga adalah orang yang paling dapat diandalkan untuk mempercepat layanan pengadilan. Umumnya responden memilih advokat sebagai alternatif pertama;
- Perempuan lebih rentan berinteraksi dengan aktor korupsi di pengadilan. Perempuan pencari keadilan lebih sering menggunakan koneksi pribadi ketika mengakses layanan pengadilan;
- Pengambilan putusan diyakini sebagai tahapan yang paling berpeluang besar terjadi praktik korupsi. Wilayah (a) diskresi putusan hakim, (b) administrasi perkara, serta (c) penetapan majelis hakim, putusan dan eksekusi dipersepsikan paling banyak memiliki redflag;
- Semua pihak di lembaga pengadilan berpeluang melakukan korupsi. Menurut responden, di antara semua petugas pengadilan, hakim dinilai paling besar peluangnya untuk melakukan korupsi;
- Pengadilan masih dipercaya oleh responden sebagai pihak yang mampu mengambil keputusan secara adil. Semakin muda generasi, penilaiannya semakin positif;
- Mayoritas layanan informasi pengadilan belum diketahui masyarakat. Namun mereka yang pernah mengakses menilai puas;
- Mayoritas responden berharap agar layanan pengadilan di Indonesia semakin adil dan tanpa rekayasa;
- Terdapat dua rekomendasi prioritas untuk peningkatan kepercayaan publik terhadap pengadilan, yaitu penguatan integritas personel dan penguatan peran masyarakat sipil dalam agenda-agenda reformasi peradilan.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia, Felia Salim menyatakan bahwa, “Untuk mendukung terwujudnya visi “Mewujudkan Badan Peradilan yang Agung” dari Mahkamah Agung, Transparency International Indonesia melalui studinya terbukti memberikan sejumlah temuan penting yang harus menjadi perhatian bersama. Sejumlah temuan ini seyogyanya dapat menjadi refleksi kita bersama, di titik mana kita telah berhasil dan di titik mana kita perlu bekerja lebih keras.” Sementara itu, Penjabat Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Mr. Stephane Mechati mengatakan bahwa, “Pentingnya kerja sama internasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, khususnya di sektor peradilan. Sebab masyarakat sangat berharap banyak pada lembaga peradilan dan yang adil.”.
Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Sugiyanto dan Anggota Komisi Yudisial Sukma Violetta. Keduanya menyambut baik inisiatif yang dilakukan TI Indonesia. “Mahkamah Agung telah mempunyai Cetak Biru Pembaruan Peradilan di Indonesia yang merangkum sejumlah pedoman dan kode etik bagi insan Pengadilan. Mahkamah Agung juga telah melakukan Penilaian Risiko Korupsi, di mana temuan dalam penilaian dan survei sejalan. Sehingga strategi pemberantasan korupsi dan peningkatan kepercayaan publik perlu dilakukan secara sejalan dan lebih masif.”, ujar Sugiyanto. Anggota Komisi Yudisial, Sukma Violetta menambahkan, “Komisi Yudisial sebagai lembaga penegak etik telah melakukan pengawasan terhadap hakim. Praktik korupsi (suap, gratifikasi – red) menjadi konsentrasi bagi Komisi Yudisial, terutama berkaitan dengan proses seleksi calon Hakim Agung. Pengumpulan informasi termasuk LHKPN menjadi bahan utama penelusuran rekam jejaknya. Sehingga mengawal integritas dan sosialisasi kode etik bagi hakim mutlak diperlukan”.
Kegiatan seminar ini juga menghadirkan pakar hukum tata negara, Prof. Susi Dwi Harijanti dan Bivitri Susanti, pengajar STHI Jentera dan anggota Dewan Pengurus TI Indonesia. Menurut Susi Dwi Harijanti, “Kekuasaan kehakiman yang independen menjadi jaminan bagi pembaruan peradilan. Bentuk jaminan dijumpai dalam Undang-undang dan harus dijauhkan dari intervensi politik. Korupsi menjadi salah satu penghambat bagi pembaruan peradilan. Sehingga integritas, independensi dan kompetensi hakim menjadi hal harus dilakukan oleh Mahkamah Agung.” Menurutnya, survei ini sangat penting untuk memotret persepsi publik, namun tidak mengetahui seberapa dalam problem yang dihadapi oleh badan peradilan. Pembaruan peradilan harusnya sampai pada memberikan keadilan bagi masyarakat. Sehingga fokus pada pembangunan sistem yang dapat mendorong pemberantasan korupsi dengan melibatkan masyarakat secara substantif.
Pada akhir acara diluncurkan “Korupedia”, sebuah platform digital yang didedikasikan TI Indonesia sebagai ensiklopedia perkara korupsi di Indonesia, terutama yang melibatkan aparatur pengadilan. Selain dapat menemukan putusan pengadilan terhadap perkara yang korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap, Korupedia juga menyediakan fitur untuk membaca rekam jejak para hakim agung dan calon hakim agung. Dengan platform ini, diharapkan pengawasan publik terhadap institusi pengadilan kian menguat, yang dengan itu dapat menghindarkan aparatur pengadilan dari jerat perilaku koruptif.
Sambutan Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia
Download laporan lengkap disini
Download 10 Temuan Utama (Factsheet)
Download Presentasi Narasumber
Narahubung:
Sahel Muzzammil (smuzzammil@transparansi.id / 0859 4545 0275) Izza Akbarani (iakbarani@transparansi.id /0897 3286 732)