“Pelemahan Menjadi Nyata”

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan forum “KPK Mendengar” pada Kamis, 21 Desember 2023 dengan mengundang perwakilan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Forum ini dilakukan berkala setiap tahunnya untuk menyerap kritik, saran, dan masukan dari para pemangku kepentingan dan mitra strategis KPK sebagai evaluasi dan perbaikan kinerja lembaga pada masa mendatang, terutama pasca ditetapkanya mantan Pimpinan KPK, Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya.

Transparency International Indonesia bersama organisasi masyarakat sipil kembali menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang KPK mengakibatkan KPK kehilangan derajat tinggi atas independensi dengan menempatkan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Penempatan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang diikuti oleh berbagai pengaturan yang akhirnya menundukkan KPK dalam pengaruh kekuasaan lain, khususnya pemerintah.

Temuan terbaru di dalam studi Anti-Corruption Agency (ACA) Assesment 2023 yang dilakukan Transparency International Indonesia menemukan bahwa mayoritas 50 indikator yang terbagi dalam enam dimensi pengukuran kinerja KPK mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan kinerja KPK sebelum revisi UU. Persentase penurunan terbesar terjadi pada dimensi Independensi yang mengalami anjlok 55% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 28% di tahun 2023), lalu dimensi Penindakan yang mengalami penurunan sebesar 22% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 61% di tahun 2023), serta dimensi Kerja Sama Antar Lembaga yang mengalami penurunan sebesar 25% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 58% di tahun 2023). Ketiga dimensi lainnya yaitu Sumber Daya Manusia dan Anggaran; Akuntabilitas dan Integritas; serta Pencegahan juga kompak mengalami penurunan.

Situasi ini mengakibatkan kinerja KPK mengalami degradasi signifikan, baik dilihat dari rendahnya tingkat kepercayaan publik maupun legitimasi moral dengan status tersangka yang disematkan pada Ketua KPK. KPK saat ini semakin sulit untuk melakukan fungsi trigger mechanism ke lembaga penegak hukum yang ada yakni kepolisian dan kejaksaan. KPK juga sulit untuk mempromosikan nilai integritas kepada para penyelenggara negara, dunia bisnis, dan masyarakat luas, karena justru di KPK sendiri nilai integritas sudah dinodai sedemikian rupa. KPK yang awalnya didirikan sebagai solusi kelembagaan pemberantasan korupsi karena lembaga yang ada tidak dapat diharapkan bekerja efektif, saat ini justru menjadi masalah, karena dugaan korupsi yang dilakukan dalam internal lembaganya.

Transparency International Indonesia melihat agar pemberantasan korupsi kembali efektif, KPK harus dikembalikan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dengan cara mengubah UU KPK kembali dimana KPK harus dikeluarkan dari rumpun kekuasaan eksekutif. Sumber daya manusia KPK harus sepenuhnya dikelola dan diisi oleh KPK secara mandiri dan independen, termasuk segera melepaskan diri dari ketergantungan SDM dari kementerian/lembaga lain, khususnya posisi jabatan penyidik dari institusi kepolisian.

Kemudian, Transparency International Indonesia juga memandang KPK secara internal perlu melakukan evaluasi terhadap penegakan nilai-nilai integritas, dimulai dari penegakan kode etik yang serius dan tegas. KPK juga perlu meninjau ulang desain integritas internal untuk memetakan kelemahan sistem yang menyebabkan begitu banyaknya pelanggaran etik yang dilakukan oleh insan KPK dalam kurun waktu empat tahun terakhir, termasuk yang berujung pada tindak pidana seperti yang dilakukan oleh pegawai dan pimpinan KPK. Setelah itu KPK harus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk kembali menjadi lembaga yang tegas dan konsisten dalam memegang nilai-nilai integritas.

KPK perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas dan kuantitas penanganan perkara yang terus merosot. KPK harus menutup celah-celah kebocoran informasi perkara, karena dapat berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan perkara. KPK juga perlu mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi melalui penggunaan UU TPPU. Di saat bersamaan, fungsi pencegahan yang relatif dominan, harus menempatkan pencegahan korupsi politik sebagai prioritas mengingat hulu dari seluruh masalah korupsi di negeri ini amat berkaitan dengan tata kelola sistem politik.

Dari sisi kerja sama, KPK perlu kembali menyadari pentingnya masyarakat sipil sebagai mitra utama. Masyarakat sipil sebagai pendukung eksistensi KPK, mitra juang, sekaligus sumber informasi berbagai pelanggaran yang dapat dijadikan sebagai instrumen deteksi KPK. Tanpa dukungan masyarakat sipil yang kuat, KPK tidak akan dapat melakukan pemberantasan korupsi secara efektif. Bahkan eksistensi KPK juga sebenarnya sangat rapuh jika masyarakat sipil sudah tidak menunjukkan dukungan kuat terhadap KPK.

Tanpa independensi yang tinggi, KPK tidak mungkin dapat memberantas korupsi secara efektif. KPK yang dipengaruhi oleh kekuasaan juga sulit diharapkan menjadi penyeimbang kekuasaan yang menyimpang. Oleh karena itu, dalam rangka mengembalikan kinerja pemberantasan korupsi oleh KPK, maka politik hukum negara yang tegas dan berpihak terhadap kelembagaan KPK yang independen mutlak dibutuhkan.

Narahubung:
TI Indonesia, 0811 8869 711

Download laporan lengkap Anti-Corruption Agency (ACA) Assesment 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *