Penilaian Risiko Korupsi Infrastruktur di Indonesia

Temuan mendasar dari penilaian risiko korupsi pada sektor infrastruktur memberikan gambaran bahwa sebagian besar proyek infrastruktur pemerintah yang dipantau melanggar legal quality decision making (pengambilan keputusan berkualitas hukum). Implikasinya, proyek-proyek ini berpotensi digolongkan sebagai “white elephant projects”, di mana proyek yang dibangun ini tampak megah, padahal keberadaannya berbiaya tinggi dan defisit manfaat sosial.

Keempat proyek yang dianalisis seluruhnya gagal memenuhi aspek keabsahan hukum (lawfulness), efektivitas, efisiensi, dan legitimasi sosial dalam pengambilan keputusan, kecuali pada pembangunan proyek PLTB Sidrap I. Tampak jelas pembangunan proyek-proyek ini cenderung mengabaikan catatan kritis yang didasarkan pada kajian ilmiah, tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada pihak yang terkena dampak untuk didengarkan kepentingannya, serta tidak mempertimbangkan fakta dan kepentingan pemangku kepentingan secara cermat, baik untuk konteks masa kini maupun masa depan.

Selain itu, seluruh proyek pekerjaan infrastruktur yang dipantau belum mampu memenuhi mandat rezim Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. Bahkan, untuk pekerjaan yang diselenggarakan bukan oleh badan publik, hampir tidak ada informasi yang diberikan baik dalam bentuk proaktif ataupun reaktif melalui kanal resmi dari pelaksana proyek tersebut. Padahal amanat regulasi ini secara tegas meminta agar Badan Publik menyediakan, memberikan dan/ atau menerbitkan informasi publik selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

Oleh karena itu, kajian ini merekomendasikan agar seluruh pemangku kepentingan untuk secara konsisten dan berkelanjutan melakukan upaya memperbaiki iklim investasi secara luas, meningkatkan kualitas koordinasi nyata dalam politik perencanaan proyek infrastruktur, melanjutkan reformasi kelembagaan dan regulasi lebih lanjut, serta meningkatkan transparansi terhadap informasi publik di lembaga-lembaga negara pada sektor infrastruktur.

Ragam permasalahan di atas tampak satu sama lain berkelindan dengan tingginya keinginan Presiden Joko Widodo untuk mengeksekusi secara cepat proyek infrastruktur. Jika kemudian terus tidak didasari pada proses pengambilan keputusan yang mengindahkan konsep legal quality decision making dan minim keterbukaan, infrastruktur era Jokowi akan dikenang sebagai pembangunan yang berbiaya tinggi, bernilai manfaat sosial rendah, bahkan menjadi beban ekonomi, sosial, dan ekologi secara jangka panjang.

Download laporan lengkap di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *