Jakarta, 2 Oktober 2024 – Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari Transparency International Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan IM57+ Institute menilai sepuluh nama Capim dan Dewas KPK yang diloloskan oleh Panitia Seleksi (Pansel) KPK 2024 jauh dari mimpi pemberantasan korupsi. Sepuluh nama yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo kemarin, yang nantinya akan menjalani fit and proper test (FPT) di hadapan Komisi III DPR RI. Namun dengan nama-nama pilihan pansel yang memiliki rekam jejak buruk ini, Koalisi menilai jelas Presiden akan menjadikan ajang ini sebagai instrumen politik.
Dengan keluarnya 10 nama ini, jelas terbukti bahwa Pansel pun tidak mengerti akar persoalan KPK hari ini. Masalah fundamental seperti kapasitas, integritas, independensi politik, dan rekam jejak tidak boleh mengandung “cacat” sedikitpun. Sayangnya, tidak satupun dari seluruh nama pilihan pansel memiliki rekam jejak baik dalam pemberantasan korupsi. Situasi ini justru berpotensi untuk menambah bencana pemberantasan korupsi ke depan.
Sebut saja Johanis Tanak, yang sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2024 memiliki kekayaan yang fantastis dengan kenaikan kekayaan yang patut dipertanyakan. Tanak juga diduga pernah melanggar kode etik karena pertemuan dengan tersangka kasus suap penandatanganan perkara di Mahkamah Agung, yakni mantan komisaris PT Wika Beton, Tbk., pada 28 Juli 2023. Catatan merah lainnya, Johanis Tanak diduga mengirim pesan atau chat kepada PLH Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023 yang menimbulkan konflik kepentingan karena KPK sedang memeriksa dugaan korupsi di Kementerian ESDM dan mengeluarkan pernyataan yang merugikan dan merendahkan KPK dalam kasus Korupsi Basarnas di tahun 2023.Selain hal yang disebutkan diatas, Johanis Tanak pernah menyampaikan permintaan maaf atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kepala Basarnas dan menganggap para penyidiknya melakukan kekeliruan.
Nama lain yang masih muncul adalah Ibnu Basuki Widodo, yang saat ini masih menjabat sebagai Hakim Pemilah Perkara Pidana Khusus Mahkamah Agung/Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jumlah kekayaannya dalam LHKPN mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu tahun 2020 sejumlah Rp 2,1 Miliar, naik menjadi Rp 4,1 Miliar di tahun 2023. Ibnu Basuki bahkan pernah memvonis bebas terdakwa korupsi dalam kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010, melarang peliputan media massa dan jurnalis dalam siaran langsung persidangan kasus megakorupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto saat menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2017.
Selain Johanis Tanak, Ibnu Basuki, sepuluh nama capim lainnya yang kami anggap tidak bersih, diantaranya Fitroh Rohcayanto dari Kejaksaan Agung, dalam seleksi wawancara, Fitroh meyakini bahwa kemunduran KPK bukan karena Revisi Undang-Undang KPK melainkan perilaku yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat. Djoko Poerwanto, Kapolda Kalimantan Tengah yang dalam seleksi wawancara tidak mengetahui apakah istrinya menjadi komisaris di PT MSK.
Selain calon pimpinan KPK, 10 nama lain adalah Dewan Pengawas KPK. Penentuan Calon Dewan Pengawas yang lolos di 10 besar tampaknya menjadi bagian dari skenario jahat untuk memperlemah lembaga antirasuah yang sejatinya sudah lemah. mereka yang lolos sebagai calon dewan pengawas nyaris semua mempunyai rekam jejak yang bermasalah, ada yang pernah tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, bahkan ada yang harta kekayaannya mengalami penurunan yang tidak wajar, Selain nir integritas, calon dewan pengawas juga mempunyai rekam jejak yang mempunyai kedekatan dengan pihak-pihak tertentu yang berpotensi pada adanya konflik kepentingan dan pernah memberikan vonis ringan terhadap pelaku korupsi saat masih menjadi penegak hukum. Dewas sama halnya dengan capim KPK, yang seharusnya dipilih dengan kapasitas mampu membenahi persoalan internal KPK, berdiri di atas kaki kepentingan pemberantasan korupsi, dan tidak ada ‘cacat’ dalam rekam jejak.
Proses Seleksi yang Bermasalah
Koalisi menilai proses seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK periode 2024-2029 ini sejak awal memang sudah bermasalah. Dimulai dari lolosnya calon-calon dengan latar belakang kontroversial dan bermasalah, seleksi wawancara yang tertutup untuk publik dan menuju babak akhir, Pansel kembali banyak meloloskan calon yang minus integritas, independensi dan kapasitas.
Dalam pengamatan kami, proses seleksi ini terkesan hanya formalitas birokrasi, sekadar menyelesaikan proses tetapi kedalaman dan nilai dari proses ini hampir buram. Banyak kandidat yang tidak hanya menjawab secara normatif, ada pula yang menyanggah atau melakukan klarifikasi mengenai aset kekayaan, bahkan ada pula yang secara tiba-tiba menjadi begitu religius. Para kandidat pun tidak mampu untuk menjelaskan secara rinci akan asal harta kekayaan yang dimiliki hingga afiliasinya terhadap kelompok atau kepentingan tertentu. Seharusnya panitia seleksi dapat memilih “manusia setengah dewa” dengan rekam jejak yang baik dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di tengah kondisi KPK hari ini.
Oleh sebab itu, Koalisi menyerukan kepada Presiden Joko Widodo bahwa proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas KPK periode 2024-2029 harus berdasarkan pada kebutuhan rakyat Indonesia dan pembenahan di internal KPK bukan selera penguasa. Dan memastikan calon pimpinan dan dewan pengawas KPK bebas dari intervensi dan kepentingan politik manapun.