Rentan Penyimpangan Program Vaksinasi, Pemerintah Perlu Perbaiki Mekanisme Distribusi dan Meningkatkan Transparansi

04 Januari 2021 – Praktik jual beli vaksin booster untuk masyarakat umum terus terulang kembali. Ini menambah daftar panjang kasus penyimpangan selama program vaksinasi Covid-19 berlangsung. Bentuk penyimpangan cukup beragam, mulai dari pungutan liar hingga maraknya peredaran sertifikat vaksin palsu/ilegal yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Menjamurnya praktik semacam ini disebabkan pengawasan yang lemah, pembiaran laporan warga dan minimnya transparansi pada proses distribusi vaksin hingga kemudian jatuh pada kelompok tertentu dan memanfaatkannya demi meraup keuntungan.

Penelusuran investigasi CNN Indonesia akhir Tahun 2021 lalu menunjukkan secara langsung praktik jual beli vaksin Covid-19 di Surabaya. Praktik ini semacam ini tidak dilakukan hanya karena ada kesempatan, melainkan sudah direncanakan sedemikian rupa, dengan menyertakan link pendaftaran sebagai tanda bukti pemesanan.

Sementara itu, praktik penyimpangan terhadap program vaksinasi tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Sepanjang 2021, LaporCovid-19 menerima sedikitnya 71 laporan warga yang melaporkan kejadian penyimpangan maupun penyalahgunaan pada program vaksinasi Covid-19. Sebagian besar laporan (27 laporan) justru diduga melibatkan oknum petugas hingga pejabat atau kepala daerah yang memiliki akses secara langsung terhadap distribusi vaksin. Salah satu temuan lain dari audit BPKP juga mengindikasikan adanya penyalahgunaan persediaan vaksin, di antaranya pemberian vaksin booster kepada kelompok non nakes. Alih-alih menghentikan praktik penyimpangan, temuan CNN menjadi bukti bahwa praktik penyimpangan merupakan sesuatu hal yang lumrah.

Penyimpangan atau penyalahgunaan program vaksinasi berpotensi menghambat publik mendapatkan hak atas kesehatan termasuk layanan vaksinasi dan semakin memperlebar ketimpangan mendapatkan layanan kesehatan yang setara.

Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal. Antara lain melalui penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak, serta mudah diakses oleh masyarakat. Klausul ini pun sudah tertera di dalam konstitusi, UU Kesehatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan sejumlah peraturan lainnya.

Selama ini mekanisme distribusi vaksin ke daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, yang juga menetapkan kebutuhan vaksin sesuai jenis, jumlah yang akan dibutuhkan, hingga harga satuan vaksin. Sementara, pemerintah daerah bertugas untuk meneruskan vaksin ke fasilitas kesehatan sehingga dapat menyelenggarakan program vaksinasi Covid-19.

Namun, hingga saat ini publik masih kesulitan untuk mengakses informasi terkait kuantitas, masa berlaku, hingga jenis vaksin yang digunakan baik mulai dari proses pengadaan, distribusi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, hingga pencatatan vaksinasi kepada kelompok penerima. Ketersediaan informasi tersebut diperlukan agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah, guna memastikan agar tidak terjadi penyimpangan maupun penyalahgunaan dalam distribusi vaksin.

Minimnya informasi serta transparansi distribusi vaksin menyebabkan publik kesulitan mendapatkan informasi secara real time terkait jumlah vaksin yang sudah tiba di wilayahnya.

Implikasi lainnya adalah banyaknya vaksin yang kadaluarsa. Berdasarkan catatan Koalisi, terdapat sekitar 6.100 vaksin jenis AstraZeneca yang telah kedaluwarsa. Tentunya hal ini berpotensi menimbulkan kerugian negara. Adapun kegagalan dalam pendataan penerima vaksin yang solid dapat diatribusikan terhadap kegagalan negara dalam mendistribusikan vaksin Covid-19 sesuai dengan jumlah penerima.

Akibatnya, ketersediaan informasi tersebut juga diperlukan agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah, guna memastikan agar tidak ada lagi masyarakat yang kesulitan mengakses vaksin atau adanya vaksin yang kadaluarsa.

Oleh sebab itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendorong agar pemerintah:

  1. Melakukan investigasi dan menindak tegas petugas, pejabat, kelompok lainnya yang terbukti melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan program vaksinasi Covid-19.
  2. Membuka informasi terkait distribusi vaksin yang dilakukan ke setiap daerah, baik vaksin yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan maupun TNI dan POLRI serta organisasi masyarakat lain.
  3. Kementerian kesehatan berkewajiban untuk membuka informasi secara rinci vaksin yang telah terdistribusi ke daerah, mulai dari jenis vaksin hingga tanggal kadaluarsa vaksin.
  4. Kementerian Kesehatan berkewajiban membuka hasil audit pemeriksaan vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan bersama BPKP.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan

Narahubung:
Firdaus Ferdiansyah, LaporCovid-19 (0878 3882 2426)
Agus Sarwono, Transparency International Indonesia (0812 6992 667)