Kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo,
Ketika sistem keuangan global ditengarai masih memberi ruang bagi aliran uang haram hasil korupsi, kejahatan dan penggelapan pajak, maka ketidakadilan masih di depan mata. Ketika sistem kerahasiaan bank justru membantu aliran uang haram dari negara berkembang ke negara maju dan ke negara suaka pajak, ketidakadilan masih terjadi. Ketika kaum miskin semakin banyak dan ketimpangan antar kelas semakin lebar, sementara orang super kaya pemilik perusahaan besar mengeksploitasi sumber daya alam dan tidak menunaikan kewajibannya membayar pajak, maka ketidakadilan makin mengemuka. Bapak Joko Widodo, sebagai Presiden Republik Indonesia, Bapak mempunyai kuasa untuk menghentikan ketidakadilan itu. Sebagai presiden Indonesia yang merupakan anggota G-20, Bapak punya kuasa lebih untuk mengembalikan hak kaum miskin di Indonesia dan negara dunia ketiga lainnya.
Dokumen Panama Papers memberi sinyal bahwa praktik perusahaan cangkang dan perilaku orang super kaya dalam mengaburkan kekayaannya telah melukai hati warga miskin yang patuh membayar pajak. Panama hanya satu dari sekian banyak negara suaka pajak yang menyediakan fasilitas bagi korporasi, orang super kaya, dan pelaku kejahatan lainnya agar dapat menghindari dan mengelak bayar pajak. Masih banyak praktik negara suaka pajak memanfaatkan rezim kerahasiaannya untuk memberikan kekebalan hukum pada koruptor, pencuci uang, dan pengemplang pajak. Warga super kaya dari Indonesia banyak melakukannya. Perusahaan modal asing dan perusahaan dalam negeri juga tidak sedikit yang menjalankan penghindaran dan pengelakan pajak.
Presiden Joko Widodo tentu sudah mengetahui akibat penghindaran dan pengelakan pajak bagi negeri kita. Izinkan kami menyampaikan tambahan data, setiap tahun negara berkembang kehilangan satu triliun US$ akibat korupsi, pencucian uang, dan penggelapan pajak. Uang sebanyak itu sangat bernilai untuk mengisi kekurangan pendanaan pembangunan dan membebaskan negara berkembang dari jeratan hutang. Dalam 10 tahun (2003-2013), Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak sekitar 18.844 juta US$ (kira-kira mencapai Rp 2.400-an Trilliun dengan kurs Rp 13.000/1 US$). Artinya, rata-rata pertahun kira-kira Rp 200-an Triliun, angka yang sangat besar, kira-kira 10% dari total APBN Indonesia. Uang ini potensi pajak kita yang menguap, yang mengalir dari wilayah Indonesia ke negara lain dan negara suaka pajak. Hal ini, menempatkan Indonesia berada pada posisi ke-7 negara dari negara-negara yang memiliki aliran uang haram (illicit financial flows) tertinggi di dunia. Demikian data yang dilansir dari Global Financial Integrity (GFI).
Presiden Joko Widodo yang dicintai rakyat Indonesia, selain keberadaan negara suaka pajak, tingginya angka aliran uang haram dari Indonesia juga diakibatkan oleh beberapa permasalahan mendasar dan memiliki kecenderungan berulang setiap tahun. Di antaranya adalah rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak (khususnya kelompok kaya, superkaya dan korporasi), tingginya potensi korupsi pajak, praktik penggelapan dan penghindaran pajak dengan metode perekayasaan keuangan yang rumit, buruknya administrasi-kelembagaan otoritas pajak, rendahnya kinerja otoritas pajak dan masih rendahnya jumlah wajib pajak. Tax ratio Indonesia dari tahun ke tahun selalu di kisaran 12-13% per tahun, padahal potensinya bisa mencapai 16-20%. Pembangunan infrastruktur, menciptakan kesejahteraan dan mewujudkan keadilan Indonesia tentu harus berjalan lancar dan berkelanjutan, maka prasyarat utama adalah adanya pembiayaan yang memadai.
Presiden Joko Widodo, Trisakti dan Nawacita yang Bapak janjikan sudah ditunggu realisasinya oleh rakyat, sudah saatnya Bapak berpacu membuktikan ketegasan di bidang perpajakan untuk kepentingan rakyat banyak. Kita butuh pembiayaan untuk wujudkan Trisakti dan Nawacita. Dari mana anggaran kita dapatkan? Tentu kita tidak akan bergantung pada eksploitasi sumber daya alam secara membabi buta atau hutang secara besar-besaran. Salah satu cara yang pas adalah intensifikasi penerimaan pajak, khususnya dari korporasi dan orang-orang super kaya.
Presiden Joko Widodo yang juga dicintai oleh warga di berbagai negara di dunia, kami memohon agar Bapak berperan lebih kuat di forum multilateral untuk mendorong kerjasama perpajakan global yang lebih terbuka, transparan, dan memberi keadilan bagi negara miskin dan berkembang. Silakan mendesak G20 agar berani memberi sanksi bagi negara suaka pajak. Mendesak G20 untuk menyepakati pendaftaran Beneficial Ownership (penerima manfaat) bagi perusahaan agar menjadi standar global yang memungkinkan pemberlakuan sanksi untuk yurisdiksi yang tidak menjalankan standar ini. Dan atas terkuaknya dokumen Panama Paper ini, kami menagih janji Bapak untuk mempublikasikan nama-nama WNI dalam Panama Papers dan melakukan investigasi lanjut atas kapatuhan pajak nama-nama tersebut.
Presiden Joko Widodo, agar keadilan pajak dapat kita tegakkan, kami menyerukan agar Bapak menarik kembali Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Rencana pemerintah memberikan tax amnesty, di tengah tingginya pelarian uang haram dari Indonesia ke negara-negara suaka pajak, akan melukai hati rakyat kecil yang taat membayar pajak. Pengampunan Pajak berpotensi moral hazard yang sangat tinggi. Pengampunan pajak juga akan memberikan dampak buruk bagi upaya penegakan hukum di bidang perpajakan dan akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang sudah patuh. Korporasi dan orang super kaya jangan dimanja dengan insentif pajak, mereka sudah sering mengemplang pajak, janganlah diberi ampunan. Ada banyak cara menggenjot penerimaan negara dari pajak dan kami yakin Pemerintahan Joko Widodo mampu melakukannya. Syaratnya, pemerintah HARUS melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak secara sungguh-sungguh, HARUS memperbaiki regulasi-kelembagaan-administrasi perpajakan dan HARUS menegakkan hukum pajak serta transparansi sektor perpajakan.
Presiden Joko Widodo, Panama Papers hanyalah salah satu puncak gunung es dari gunung permasalahan pajak saat ini. Indonesia sedang darurat mafia perpajakan! Gunakanlah momentum ini untuk bergegas membasmi mafia pajak yang telah menggurita. Segeralah Bapak bentuk gugus kerja untuk mengembalikan kewibawaan negara di hadapan korporasi dan orang-orang super kaya. Rakyat Indonesia pasti akan mendukung Bapak sepenuhnya. Kami yang bertanda-tangan di bawah ini, warga negara Indonesia yang patuh membayar pajak tentu juga akan mendukung langkah-langkah yang ditujukan untuk kejayaan dan kemakmuran bangsa.
Jakarta, 10 April 2016,
Warga Negara Indonesia dan Pembayar Pajak yang tergabung dalam Forum Pajak Berkeadilan:
1. Ah. Maftuchan, Direktur Eksekutif Prakarsa.
2. Maryati Abdullah, Koordinator PWYP Indonesia.
3. Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal, Transparency International Indonesia.
4. Siti Khoirun Nikmah, INFID
5. Sugeng Bahagijo, INFID
6. Zainuddin, Malang Corruption Watch
7. Widi Nugroho, Pattiro Semarang
8. Zainal Arifin, S.H. I, Direktur LBH Semarang
9. Abdul Karim, Dir. LAPAR Makassar
10. Kadir Wokanubun, Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi
11.Wahyu Susilo, Migrant Care
12.Iskandar Saharudin, Warga Jateng
13. Dian Kartka Sari, Koalisi Perempuan Indonesia
14. Abd. Azis, Makassar
15. Anselmus A.R. Masiku, LBH Makassar
16. Ben Satriana, Taxation Advocacy Group
17. Zuhairan Y. Yunan, Akademisi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18. Hamong Santono, INFID
19. Hermawansyah, Swandiri Institute
20. Honimikus Uyub, Lanting Borneo
21. Laili Khaimur, Gemawan
22. Askhalani, Gerakan Anti Korupsi Aceh
23. Mahmuddin, Sekolah Anti Korupsi (SAKA) Aceh
24. Kencana Indrishwari, KePPaK Perempuan
25. Lely Zailani, HAPSARI
26. Salma Safitri, Sekolah Perempuan Desa-Batu, Jawa Timur
27. Forum Pengadaan Layanan
28. Yuda Irlang, ANSIPOL
29. Lembaga Partisipasi Perempuan
30. Perkumpulan Pendidikan untuk Perempuan dan Masyarakat (PP3M) FKI Jakarta
31. Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K), Jatim
32. Ruby Kholifah, Asia Muslim Network (AMAN) Indonesia
33. Diah Tantri Fwiandani, Warga Jakarta
34. Abdon Nababab, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
35. Yenni Sucipto, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
36. Aida Rahmah, Warga Kaltim
37. Jensi Saryin, Peneliti
38. Carolus Tuah, Pokja-30 Kaltim
39.Rohidin Sudarno, PATTIRO
40. Abdul Azis, Makassar
41. Alvon Kurnia Palma, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
42. Wahyu Nandang Herawan, YLBHI
43. Arif Faizal, SAHDAR
44. Mikael B. Hoelman, INFID
45. Basuki Widodo, Indonesia Tax Care-INTAC
46. Fabby Tumiwa, IESR
47. Aryanyo Nugroho, PWYP Indonesia
48. Laili Khairnur, Gemawan
49. Dahniar HUMA
50. Arimbi Heroepoetri, DebtWATCH Indonesia
51. Diana Goeltom, DebtWATCH Indonesia
52. Institut KAPAL Perempuan
53. Titi Hartini, ACE
54. Titiek Kartika, FISIP Universitas Bengkulu
55. Pingky Saptandari
56. Indry Oktaviani, Depok
57. Suttiyatmi Atmadiredja, Ibu Tumah Tangga
58. Sudarno, Serikat Tani Kulon Progo DIY
59. Sumberini, Serikat Perempuan Independen Kulon Progo
60. Mardiana, Kepala Sekolah Aliyah Bingkat Sumut
61. Siti Khadijah, Koordinator Radio Komunitas HAPSARI FM Deli serdang
62. Istuti Laili Lubis, Ketua Serikat Perempuan Independen Labuhan Batu Sumut
63. Melda Imanuela, Warga Siaga1C
64. Listyowati, Kalyanamitra
65. Jufriansyah, STABIL – Balikpapan
66. AS Burhan, Laskar Batang
67. Nila Wardani, Ruang Mitra Perempuan (RUMPUN) Malang
68. Hanifah Haris, Teras Baca Bogor
69. Welly Kono, warga Pasar Minggu
70. Hidayatut Thoyyibah, ibu rimah tangga Sendang-Karangsari Pengasih Kulonprogo
71. Desti Murdijana, Rifka Annisa
72. Octavery Kamil, Peneliti
73. Priyadi Prihaswan, bekerja untuk pencegahan HIV-AIDS
74. Yusuf Kusumo Nugroho, bekerja untuk pencegahan HIV-AIDS-Yogyakata
75. Sri Palupi, Institute Ecosoc
76. Zumrotin K. Susilo, Ketua Dewan Nasional FITRA
77. Victoria Fanggidae, Perkumpulan Prakarsa
78. Damairia Pakpahan, warga Ngaglik
79. Abdul Waidl (Koordinator New Indonesia)
80. brahim Zuhdi Badoh, Komisi Anggaran Independen dan Warga Depok.