BANDA ACEH – Sekretaris Jendral Transparency Internasional (TI) Indonesia, Danang Widoyoko, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu mengangkat kembali standar integritas yang tinggi dalam memilih pimpinan dan dewan pengawas (Dewas) serta melibatkan publik secara transparan.
Panitia Seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK telah membuka pendaftaran sejak 26 Juni 2024 hingga 15 Juli 2024. Seleksi kali ini menghadapi tantangan yang berat, sebab KPK tengah mengalami krisis kepercayaan dari publik.
“Jika mengikuti perkembangan proses seleksi saat ini, terlihat kurangnya animo masyarakat untuk mendaftar baik sebagai pimpinan maupun dewas KPK. Hal ini menjadi bagian dari fenomena runtuhnya kepercayaan terhadap institusi KPK,” kata Danang Widoyoko, pada Diskusi Publik dan Sosialisasi dengan tema ‘KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi’ yang berlangsung di Banda Aceh, Jumat, 5 Juli 2024.
Danang menyebutkan jika proses pemilihan pimpinan dan dewan pengawas KPK dilakukan dengan rekam jejak yang buruk, maka akan semakin mendegradasi lembaga KPK. Apalagi berbagai pelanggaran etik hingga pelanggaran hukum telah dilakukan oleh pimpinan dan dewas KPK.
Oleh karena itu, kata Danang, KPK perlu mengembalikan standar tinggi integritas personal dan lembaga.
“Panitia seleksi KPK perlu melibatkan publik secara bermakna agar dapat mengawasi jalannya seleksi pimpinan KPK,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Pasya, mengatakan bahwa demokrasi bergerak pada arah yang salah, partai politik terpinggirkan karena populisme, politik uang menjadi budaya politik saat ini, sehingga ada kecenderungan terjadinya defisit demokrasi.
“Dimana gerakan sipil melemah, negara menguat dan koruptor merajalela. Terjadi marjinalisasi isu pemberantasan korupsi hingga pengeroposan institusi komisi pemberantas korupsi (KPK),” ucapnya.
Sementara itu, Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, yang hadir pada diskusi tersebut mengatakan seleksi KPK saat ini punya konflik kepentingan yang tinggi. Bahkan yang terlihat hanyalah motif politik, kepentingan kekuasaan partai politik dan pengusaha hitam.
“Belum lagi proses fit and propher test di DPR yang lebih kental nuansa politiknya,” ujarnya.
Askhalani mengatakan dalam hitungan bulan masa jabatan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK berakhir, proses seleksi perlu memastikan tersedianya ruang partisipasi publik yang memadai.
Presiden dan DPR, kata dia, wajib mencatat bahwa sebagaimana terjadi dimasa lalu, sirkulasi kepemimpinan yang meniadakan atau mengabaikan partisipasi publik telah menjerumuskan KPK pada titik terburuknya.
“Dengan demikian, masyarakat sipil mendorong Presiden untuk menyelenggarakan proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas KPK dengan mempertimbangkan kriteria rekam jejak dalam pemberantasan korupsi serta integritas yang teruji,” ucapnya.
Selain itu, sambung Askhal, proses seleksi juga harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat yang seluas-luasnya.***
Sumber: AJNN.net
Berita terkait:
Akademisi sarankan para rektor masuk ke KPK sebagai dewan pengawas
Seleksi Pimpinan KPK Dinilai Sarat Konflik Kepentingan
Calon Pimpinan KPK Harus Punya Rekam Jejak Pemberantasan Korupsi
Rektor Perguruan Tinggi di Aceh Didorong Daftar Seleksi Dewas KPK
Rektor Berintegritas Dinilai Perlu Masuk Dewas KPK