Jakarta (4/7) – Lembaga pemberantasan korupsi harus bebas segala bentuk intervensi dan konflik kepentingan. Dukungan ini disampaikan Transparency International Indonesia (TII), sebuah organisasi antikorupsi internasional, dalam Peluncuran Hasil Penelitian Evaluasi Kinerja KPK 2019 hari ini di Gedung Merah Putih KPK. TII memandang diperlukan kolaborasi semua pihak untuk memastikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan independen.
“Ditengah situasi korupsi yang masih tinggi dengan ditunjukkan dengan belum signifikannya kenaikan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, mempertahankan dan melindungi independensi KPK mutlak dibutuhkan.” ujar Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal TII. “Penelitian ini memetakan aspek-aspek apa yang sudah baik atau yang masih perlu diperkuat sehingga bisa menjadi bahan yang relevan pula bagi Pansel Capim KPK.”
Dalam perjalanannya selama 15 tahun, KPK dinilai berkontribusi positif melalui penindakan tegas kasus korupsi besar, menangkap lebih dari 1.000 pejabat publik dengan tingkat keberhasilan lebih dari 75%, mendorong reformasi Polri dan Kejaksaan, dan penyadaran publik dalam menanamkan semangat integritas. Namun berbagai upaya yang menganggu independensi kerja KPK juga dilihat masih banyak terjadi.
Dari hasil penelitiannya, TII menyampaikan bahwa KPK memiliki modalitas besar karena didukung faktor lingkungan pendukung yang memadai. “Dilihat dari rentang 6 dimensi yang disebar ke 50 indikator melalui metodologi yang ketat, TII menemukan faktor pendukung internal KPK menyumbang 85,71%, dimana pengelolaan sumber daya manusia harus jadi prioritas pembenahan.” ujar Peneliti TII, Alvin Nicola dalam paparannya.
Sedangkan sebesar 78,13% faktor pendukung eksternal KPK dinilai masih menjadi hambatan kerja-kerja KPK, terutama yang terkait kewenangan legal formal dalam mengakselerasi kewenangan operasional dan anggaran. “Memastikan tegaknya independensi KPK adalah tugas semua pihak. Selain memperbaiki visi SDM dan penguatan kontrol internal, semua pihak harus memastikan KPK dapat melakukan penindakan kasus secara mandiri dan tanpa intervensi.”
Sejak 2013, Transparency International menaruh komitmen kuat untuk mengembangkan suatu alat praktis dan komprehensif yang meninjau kekuatan dan kelemahan lembaga antikorupsi. “ACA Strengthening Initiative” ini dirancang dengan mengacu pada Prinsip-Prinsip Jakarta. Penelitian ini melibatkan pengumpulan data primer dan sekunder, analisis konteks dan penilaian terhadap indikator yang telah ditentukan. Setiap indikator dinilai dengan tiga kemungkinan skor yakni tinggi, sedang atau rendah. Peninjauan lapangan dilakukan sejak 14 Maret sampai 12 April 2019, diikuti rangkaian konsultasi dan validasi.
TII menemukan bahwa KPK memperoleh satu dimensi yang memiliki persentase diatas 85 persen yakni dimensi Pencegahan, Pendidikan, dan Penjangkauan (88 persen); empat dimensi yang memiliki persentase antara 70-85 persen yakni dimensi a) Independensi dan Status (83 persen), b) Akuntabilitas dan Integritas (78 persen), c) Deteksi, Penyidikan, dan Penuntutan (83 persen), dan d) Kerja Sama dan Hubungan Eksternal (83 persen. Sementara dimensi dimensi Sumber Daya Manusia dan Anggaran mendapatkan persentase dibawah 70% dengan persentase 67 persen.
Berdasarkan berbagai temuan diatas, TII merekomendasikan KPK segera menaruh perhatian besar untuk membenahi tata kelola organisasi dan menggunakan kewenangannya yang independen dengan fokus pada investasi sumber daya manusia yang jangka panjang. TII juga mendorong KPK lebih maksimal menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi terhadap Polri dan Kejaksaan, dimana tetap menjalankan reformasi di tingkat Pemerintah Daerah. Pemerintah dan DPR RI perlu memastikan dan melindungi kerja-kerja KPK yang independen dan bebas dari konflik kepentingan.
Contact Person: Alvin Nicola – 0857 1624 9112/anicola@transparansi.id
Download laporan lengkap di link berikut: http://bit.ly/penelitianevaluasiKPK